Senin, 28 Juli 2008

MENYANTUNI ANAK YATIM

Anak yatim yang banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fikih dan berbagai literature keislaman, dengan berlandaskan al-qur’an dan hadits adalah anak yang ayahnya telah tiada sebelum ia mencapai usia baligh.
Islam memberikan perhatian khusus kepada anak yatim. Sehingga banyak sekali hadits yang menyatakan betapa mulianya orang yang mau memelihara anak yatim atau menyantuninya. Nabi bersabda: “Aku dan penanggung jawab (kafil) anak yatim di surga (sedekat) ini” seraya berisyarat posisi merenggang. (HR: Bukhori, Muslim, Malik, Abu Dawud, Turmudzi dan Nasa’i).
Mengapa kedudukan penyantun anak yatim diposisikan sedemikian mulia? Secara filosofis, sayyid Alwi bin Sayyid Abbas memberikan jawaban, karena Nabi terutus untuk umat yang tidak tahu sama sekali tentang urusan agamanya. Maka dengan begitu, posisi Nabi adalah penyantun, guru sekaligus penunjuk bagi umatnya. Demikian pula penyantun anak yatim. Dia adalah penyantun anak yang masih tidak tahu urusan agama dan dunianya atau dengan kata lain masih belum bisa mandiri.
Tapi mengapa jari Rasul SAW masih renggang ketika memberi isyarat kedudukan penyantun anak yatim? Hal itu karena posisi kenabian tidak bisa dicapai oleh siapapun. Jangankan bias mencapai posisi kenabian, kedudukan yang telah didapat oleh penyantun anak yatim ini sudah sangat istimewa. Karena tidak ada pahala yang sampai pada posisi ini, selain pahala memelihara anak yatim.
Ibnu Batthal menegaskan bahwa barang siapa yang mendengar hadits diatas wajib baginya untuk mengamalkan, agar dapat mencapai derajat yang tinggi ini, menjadi rekan nabi di surga.
Sebenarnya Ibnu Batthal tidaklah berlebihan. Sebab kenyataannya memang banyak ayat-ayat alQur’an yang menganjurkan untuk menyantuni dan berbuat baik terhadap anak yatim. Demikian juga hadits-hadits Nabi, yang banyak memberikan janji pahala melimpah dan derajat tinggi, bagi pada penyantun anak yatim.
Dari sini terlihat bahwa Islam sangat memperhatikan nasib anak yatim. Bahkan, anak yatim dikatakan sebagai kekasih Nabi. Nabi bersabda, "Barangsiapa menyantuni anak yatim, berarti ia telah menyayangiku; dan barangsiapa menyakiti anak yatim, maka ia telah menyakitiku."
Namun sayangnya, anjuran Beliau untuk menyantuni anak yatim sampai kini belum begitu mendapat tanggapan yang positif dari masyarakat. Hanya sebagian kecil saja umat Islam yang mau memperhatikan anjuran itu. Hal ini semestinya tidak layak dilakukan umat Islam yang inti ajarannya banyak menganjurkan saling tolong sesama umat Islam. Bahkan Allah SWT menjamin bahwa tidak akan pernah miskin orang yang senantiasa menyantuni anak yatim, sebaliknya rezeki yang ada semakin banyak dan berkah. wallahu a’lam.